“PERNIKAHAN DINI”
Latar belakang
Orang
yang menikah pada usia dibawah 20 tahun, memang bisa dikategorikan menikah
dini. Sedangkan, menikah pada usia di bawah 25 tahun mungkin bisa dikategorikan
pernikahan dini, mungkin juga tidak. Tapi menilik angka perceraian yang terjadi
pada pernikahan orang- orang yang berusia di bawah 25 tahun.
Pengertian
pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/ pernikahan yang salah satu atau
kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di
sekolah menengah atas. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika
kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18 tahun (masih berusia
remaja).
Pembahasan
Pernikahan
dini di Indonesia
Pernikahan
dini merupakan fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia belakangan ini.
Ini sudah seperti bagian dari budaya masyarakatnya sendiri. Menjadi agak sulit
untuk dilepaskan karena sudah menjadi semacam kebiasaan masyarakat Indonesia.
Pernikahan
dini menurut pemerintah
Didalam
Undang-Undang Perkawinan terdapat beberapa pasal diantaranya pada pasal 1
menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 2
menyatakan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku .
Pernikhan
dini menurut agama islam
Hukum
Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama,
jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu
diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab
itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur
nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus
melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya
geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.
Agama
dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini. Pernikahan yang
dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang Perkawinan, secara hukum
kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan
umur. Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang
dilakukan oleh orang yang belum baligh.
Mayoritas pakar hukum Islam melegalkan
pernikahan dini. Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi dari QS. al Thalaq:
4. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi
dalam usia sangat muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah
di kalangan sahabat.
Bahkan sebagian ulama menyatakan
pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar hukum Islam. Hadis
pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan yaitu shalat
ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami ketika
(diajak menikah) orang yang setara/kafaah”.
Hadis Nabi kedua berbunyi, ”Dalam
kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak perempuan berusia 12
tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa dan dosa tersebut dibebankan
atas orang tuanya”.
Pada hakekatnya, penikahan dini juga
mempunyai sisi positif. Kita tahu, saat ini pacaran yang dilakukan oleh
pasangan muda-mudi acapkali tidak mengindahkan norma-norma agama. Kebebasan
yang sudah melampui batas, dimana akibat kebebasan itu kerap kita jumpai
tindakan-tindakan asusila di masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa
moral bangsa ini sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis,
pernikahan dini merupakan upaya untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif
tersebut. Daripada terjerumus dalam pergaulan yang kian mengkhawatirkan, jika
sudah ada yang siap untuk bertanggungjawab dan hal itu legal dalam pandangan
syara’ itu diperbolehkan.
Permasalahan berikutnya adalah baik
kebijakan pemerintah maupun hukum agama sama-sama mengandung unsur maslahat.
Pemerintah melarang pernikahan usia dini adalah dengan pelbagai pertimbangan di
atas. Begitu pula agama tidak membatasi usia pernikahan, ternyata juga
mempunyai nilai positif. Sebuah permasalahan yang cukup dilematis.
Alasan umum pernikahan dini
Salah satu alasan untuk menikah dini
adalah menghindari zina. Hanya dengan alasan ini begitu banyak pasangan yang
akhirnya tidak bisa menikmati masa bulan madu dalam pernikahan. Komunikasi yang
terjalin antara orang yang saling mencintai tidak terjadi. Yang ada adalah
komunikasi ala tarza dan ala singa (saling cakar).
Memang tidak sedikit pernikahan dini
yang berakhir bahagia. Tetapi itu mungkin berlaku pasa pasangan yang benar-
benar siap secara mental untuk menikah dan sangat sadar akan makna pernikahan
mereka.
Akan tetapi, di zaman yang penuh
dengan godaan seperti ini, pernikahan dini hendaknya tidak boleh terjadi.
Apalagi hanya terpaksa. Korban yang paling menderita adalah kaum wanita dan
anak- anak. Bagi wanita, pernikahan dini yang gagal akan menimbulkan luka batin
yang sangat dalam. Luka batin ini bisa berdampak pada anak- anaknya kelak.
Efek samping pernikahan dini tanpa ilmu
Pernikahan dini yang dilakukan oleh
pasangan yang belum memiliki ilmu pernikahan, ilmu keluarga, dan ilmu
melahirkan generasi hebat, hanya akan membuat stres pasangan tersebut.
Dampak
Pernikahan Dini (perkawinan di bawah umur)
Apapun alasannya, perkawinan tersebut
dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat
membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di
bawah umur. Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur dapat
dikemukakan sbb.
1.
Dampak terhadap hukum
Adanya
pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
a. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
a. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun.
Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua
orang tua.
b.UU
No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
1.) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan;
Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
1.) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan;
2.)
mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Patut
ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak
yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat Undang-undang tersebut di atas
bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup,
tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi
dan diskriminasi.
2.
Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan
faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang
menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks
laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun
termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin).
Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan
melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
3.
Dampak perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang
yaitu prilaku yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan
istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan
seks anak), namun dikemas dengan perkawinan se-akan2 menjadi legal. Hal ini
bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya
pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan
pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak
diambil tindakan hukum terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara
ilegal akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi
contoh bagi yang lain.
Jadi, jelas bahwa pernikahan dini atau
perkawinan dibawah umur (anak) lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Oleh
karena itu patut ditentang. Orang tua harus disadarkan untuk tidak mengizinkan
menikahkan anaknya dalam usia dini atau anak dan harus memahami peraturan
perundang-undangan untuk melindungi anak. Masyarakat yang peduli terhadap
perlindungan anak dapat mengajukan class-action kepada pelaku, melaporkan
kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesai (KPAI), LSM peduli anak lainnya dan
para penegak hukum harus melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk melihak
adanya pelanggaran terhadap perundangan yang ada dan bertindak terhadap pelaku
untuk dikenai pasal pidana dari peraturan perundangan yang ada. (UU No.23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, UU Perkawinan, UU PTPPO).
Pernikahan
dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun biologis remaja
yaitu :
- Remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan melahirkan, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi, kehilangan kesempatan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi, interaksi dengan lingkungan teman sebaya menjadi berkurang, sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja, yang otomatis lebih mengekalkan kemiskinan (status ekonomi keluarga rendah karena pendidikan yang minim).
- Dampak bagi anak: akan melahirkan bayi lahir dengan berat rendah, sebagai penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi, cedera saat lahir, komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas.
- Pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap istri, yang timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi pasangan muda tersebut.
- Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga
- Pengetahuan yang kurang akan lembaga perkawinan
- Rerelasi yang buruk dengan keluarga.
Walaupun begitu, dalam konteks beberapa budaya, pernikahan dini bukanlah sebuah
masalah, karena pernikahan dini sudah menjadi kebiasaan. Tetapi, dalam konsep
perkembangan, pernikahan dini akan membawa masalah psikologis yang besar
dikemudian hari karena pernikahan tersebut.
Upaya
menyikapi atau mencegah terjadinya pernikahan dini
Pernikahan
dini merupakan fenomena sosial
yang sering terjadi khususnya di Indonesia. Fenomena pernikahan anak di bawah
umur bila diibaratkan seperti fenomena gunung es, sedikit di permukaan atau
terekspos dan sangat marak di dasar atau di tengah masyarakat luas. Dalih utama
yang digunakan untuk memuluskan jalan melakukan pernikahan dengan anak di bawah
umur adalah mengikuti sunnah Nabi SAW. Namun, dalih seperti ini biasa jadi
bermasalah karena masih terdapat banyak pertentangan di kalangan umat muslim
tentang kesahihan informasi mengenai pernikahan anak di bawah umur yang
dilakukan Nabi SAW dengan Aisyah r.a. Selain itu, peraturan perundang –
undangan yang belaku di Indonesia dengan sangat jelas menentang keberadaan
pernikahan anak di bawah umur. Jadi tidak ada alasan lagi pihak – pihak
tertentu untuk melegalkan tindakan mereka yang berkaitan dengan pernikahan anak
di bawah umur.
Pemerintah harus berkomitmen serius
dalam menegakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur
sehingga pihak – pihak yang ingin melakukan pernikahan dengan anak di bawah
umur berpikir dua kali terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah
harus semakin giat mensosialisasikan undang – undang terkait pernikahan anak di
bawah umur beserta sanksi – sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan
resiko – resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur
kepada masyarakat, diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar
bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus
dihindari. Upaya pencegahan pernikahan anak dibawah umur dirasa akan semakin
maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam pencegahan
pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar mereka. Sinergi antara
pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh sementara ini untuk mencegah
terjadinya pernikahan anak di bawah umur sehingga kedepannya di harapkan tidak
akan ada lagi anak yang menjadi korban akibat pernikahan tersebut dan anak –
anak Indonesia bisa lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentarnya